Coffee TIMES

Kolega Rektor Beri Wejangan

Wednesday, 04 March 2020 - 09:00
Kolega Rektor Beri Wejangan Abdul Aziz.

TIMES SINGAPORE, JAKARTA – Setelah 17th. tak bersua, akhirnya dipertemukan dengan Mas Anton, biasa saya sapa, di Jalan Garuda No. 09, Tambakrejo, Jombang, Minggu, 02 Maret 2020 malam. 

Pernah bersama-sama aktif sebagai Pengurus Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI) besutan Ahmad Sumargono (mantan DPR, kini alm) medium 2003th., yang pada saat krisis moneter, diundang Wakil Presiden Hamzah Haz, di mana doanya dipimpin langsung oleh Pengasuh Pesantren Darur Rohman, Jakarta, yang juga Ketua Umum Ittihadul Muballighin, Kyai Syukron Makmun kala itu. 

Kolega berkulit putih itu tak lain Dr. H. Anton Muhibuddin, S.P., M.P., kakak kandung salah satu Pengasuh Pesantren Al-Amien, Prenduan, Sumenep, yang juga alumni Fakultas Syariah UIN Malang (2000th), Bagus Amirullah. Penampilannya sederhana, dan merupakan lulusan S-1, S-2, S-3 Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 

"Eh, Mas Aziz. Apa kabar? Lama sekali tak bertemu. Minum kopi, ya? Udara Jombang cukup dingin. Lumayan, hangatkan badan," sapa dan ajaknya mengawali perbincangan di Universitas KH. Abdul Wahab Hasbullah (UNWAHA) lantai dasar.

Sempat menjadi kandidat kuat Menteri Pertanian Jokowi periode kedua, Rektor UNWAHA, Jombang ini terus bertekad memajukan kampus yang digawanginya dalam segala sektor. 

"Jadi Rektor itu harus kaya ide, gagasan, kemudian jadi konsep yang aplikatif. Juga, pandai menjaga marwahnya, tak rajin posting sesuatu di whatsApp group, dan mengirim pesan agar orang bangun tengah malam terus beribadah," ungkap dosen produktif, yang sejak umur 26th. sudah bergelar doktor ini.

"Jangan bangga jadi Rektor karena apa-apa dilayani. Mobil dinas ada, dibukain pintu, dipayungi, dan berlagak sombong. Buat apa? Mobil dinas saya dua tapi satupun tak ada yang dipakai. Saya persilahkan gunakan untuk kepentingan kampus semata," pungkas Staf Ahli Menteri Pertanian, yang kerap diajak diskusi oleh Presiden soal bagaimana memajukan dunia pertanian di Indonesia ini. 

"Rektor itu, apalagi bergelar guru besar (profesor), harus banyak melahirkan karya nyata sesuai keahliannya. Rajin bikin riset, dan tampil di internasional, presentasi temuan-temuan penelitiannya. Dengan demikian, nama institusi yang dipimpinnya akan ikut harum dan masyhur (terkenal) karena kualitas pemimpinnya," kata dosen tetap Fakultas Pertanian UB ini. 

Walaupun tergolong kampus baru dan secara geografis UNWAHA berada dipedalaman, mahasiswanya terus meningkat, yang pada tahun 2020 ini menerima sekitar tiga ribuan mahasiswa.

"Perguruan tinggi ini memang baru. Tapi, karena karya dan prestasi akademik mahasiswa dan para dosennya terpublikasi di kancah nasional dan internasional, termasuk dua ratus mahasiswa belajar selama dua semester di Negara asing, masyarakat kian percaya dan tak segan mengkuliahkan putra-putrinya ke sini," tandas suami dari seorang Pengasuh Pesantren Tahfidh di Kota Malang ini. 

Saya menganggukkan kepala, mengamini apa saja yang dijelaskan Mas Anton. Saya sampaikan bahwa, dalam banyak kesempatan, saya pun kerap berpesan pada seseorang yang bakal mencalonkan diri dan/atau dicalonkan hingga terpilih sebagai Rektor di suatu perguruan tinggi di Indonesia.

"Menjadi Rektor, minimal pertama, melakukan penataan akademik agar tak hanya menjadi cetak biru (blue print) dengan prinsip terencana, terukur, dan terprediksi tingkat keberhasilannya sehingga mampu menghasilkan lulusan yang selaras dengan visi dan misi kampus; kedua, melaksanakan percepatan guru besar (profesor) bagi para dosen yang telah menenuhi syarat, mulai menandatangani dokumen-dokumen pengajuan profesor, mengawal hingga pengukuhan karena itu perintah hukum, bukan jasa Rektor," respon saya pelan pada Rektor muda itu.

"Ketiga, menghindari dan memastikan para dosennya untuk tidak melakukan perbuatan yang tergolong menghaki karya orang lain sebagai karyanya sendiri (plagiarisme); keempat, menjauhi perbuatan yang terklasifikasi pidana korupsi, baik dalam pembebasan lahan, pemenangan tender proyek pembangunan dan/atau pengadaan barang dan jasa," tambah saya mengurai soal sejatinya Rektor.

 "Kelima, menghindari dan memastikan para dosennya untuk tidak terjerembab dalam perbuatan yang mengarah pada  pertautan kasih atau selingkuh dengan pasangan orang lain (peligiarisme); keenam, pintar menjaga kehormatannya, tidak sembarangan komentar di media sosial, jika posting sesuatu layak dikonsumsi, benar-benar berkwalitas, dan menggambarkan bahwa ia seorang Rektor," ucap saya menggakhiri enam hal yang musti dilakukan seorang Rektor.

Tak terasa, dua jam gayeng berdiskusi. Jarum jam menunjukkan Pukul 21.15 WIB. Akhirnya undur diri, pamitan dan sejenak pose bareng. 

Dalam perjalanan yang ditemani dosen agama UB, Mas Muhajir Ansori ini, saya sempat bertanya-tanya. Mas Anton beri wejangan bagaimana sejatinya Rektor. Padahal, dia tahu, orang yang diajak berdiskusi bukanlah seorang Rektor. Hanya, penulis kolom Andai Saya Rektor. Bisa jadi, karena tahu jika saya sering bertemu dengan Rektor dari PTN maupun PTS, agar pesannya tersampaikan. 

"Ah, sudahlah. Tak perlu dipikir terlalu rumit. Terpenting, sesampainya di Pujon nanti, hunting dan makan durian bareng," gumam saya dalam hati. (*)

 

*) Oleh Abdul Aziz, Penulis Kolom Andai Saya Rektor,  Direktur Eksekutif LSW Indonesia

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Writer :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Latest News

icon TIMES Singapore just now

Welcome to TIMES Singapore

TIMES Singapore is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.