https://singapore.times.co.id/
Coffee TIMES

Kiai Wahid Zaini, NU, Pesantren dan Masyarakat

Thursday, 01 February 2024 - 15:00
Kiai Wahid Zaini, NU, Pesantren dan Masyarakat Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Critical Social Research.

TIMES SINGAPORE, PROBOLINGGO – Seringkali kita mendengar bahwa kiai pesantren merupakan orang yang hanya mempunyai kemampuan dalam bidang agama saja. Pernyataan ini tidak keliru karena sebutan kiai hanya diberikan kepada orang yang memiliki ilmu agama yang mendalam dan mempunyai kedekatan kepada Allah dengan sempurna. 

Penyebutan kiai pada orang yang tidak mempunyai kompetensi pengetahuan agama adalah mendegradasi makna kiai itu sendiri. Sebenarnya istilah kiai tak layak diberikan kepada orang yang hanya mengelola lembaga pendidikan dan pengasuh pesantren, sementara dirinya tidak memiliki kecakapan dalam bidang pengetahuan agama.

Namun, ungkapan yang menyebut kiai adalah sosok yang “hanya” menguasai ilmu agama dan tidak memiliki keahlian dalam ilmu-ilmu yang lain, itu terbantahkan dengan banyaknya kiai-kiai yang menguasai banyak disiplin ilmu. Salah satu kiai pesantren yang memiliki kepedulian terhadap NU, Pesantren dan Masyarakat adalah Kiai Abdul Wahid Zaini. Beliau menunjukkan kepeduliannya itu dengan sikap dan gagasannya berkait dengan kemajuan NU, Pesantren dan Masyarakat. Telah banyak ide dan gagasan yang telah dilahirkan oleh Kiai Wahid, dan sampai saat ini ide tersebut masih tetap relevan di tubuh ketiganya. 

Dalam memikirkan NU, Kiai Wahid tengah memberikan sumbangan pemikiran dengan membentuk halaqah yang membahas tentang keorganisasian dan keilmuan. Gagasan tersebut telah mengakar di tubuh NU bahkan sebagai wadah warga NU dalam membahas isu-isu kebangsaan dan keumatan. Ini dilakukan oleh Kiai Wahid kala menjadi pengurus PWNU Jawa Timur. Dan pemikirannya yang berkaitan dengan pengembangan pesantren, ia gagas bersama Gus Dur, Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin Ison Basuni, Johan Effendi.

Aktivitas tersebut terjadi pada era 70-an dengan pengembangan keterampilan santri dan mengentaskan kemiskinan melalui pesantren. Terobosan-terobosan pembaharuan pemahaman fiqhiyah dalam konteks pengembangan wawasan kemasyarakatan di NU dan pesantren-pesantren, beliau melakukan dalam masa yang tidak pendek. 

Menurut sejarahnya, diantara yang ia buat adalah melalui traveling halaqah di pesantren-pesantren NU, melibatkan simpul-simpul ulama dan santri-santri senior bersama perhimpunan pesantren dan pengembangan masyarakat (P3M) Jakarta. Putra dari Kiai Zaini Mun’im ini diketahui sebagai aktivis yang memiliki ide masa depan. Tak sedikit ide-idenya dijadikan sebagai mazhab pemikiran oleh kalangan masyarakat pesantren.

Setidaknya ada 7 profesor yang mengakui kehebatan pemikirannya tentang kemajuan pesantren. Suatu Ketika saya menghadiri ujian doktor terbuka Nyai Hj. Khodijatul Qodriyah menantu dari Kiai Wahid Zaini istri dari Kiai Abdul Hamid Wahid. Saat itu ada tujuh profesor yang menyebut nama Kiai Wahid dan mengakui kehebatan pemikirannya tentang kemajuan umat Islam dan pesantren.

Sebagai buah dari kegigihan sepak terjangnya dan kecemerlangan ide-idenya di Nahdlatul Ulama, dan setiap Halaqoh setiap alim ulama baik dalam acara NU dan pesantren, tokoh yang selalu tampil sederhana dan mempesona ini, tepatnya di pertemuan Ulama pesantren, Pondok Pesantren Watucongol, Muntilan Jawa Tengah menggiring nama beliau untuk terpilih aklamasi sebagai ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pondok Pesantren NU se-Indonesia: Rabitahtul-Maahidil-Islamiyah (RMI). 

Meskipun demikian, Kiai Wahid sosok pengasuh pesantren yang mengayomi santri dan pengurus pesantren yang diasuhnya. Adalah alm. Kiai Mursyid Romli salah satu santri pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo yang menututi Kiai Wahid sebagai pengasuh mengungkapkan, “ia peduli terhadap pengurus. Seringkali kiai Wahid menemani pengurus pesantren dalam rapat-rapat dan memberikan ide segar berkait kemajuan dan kemandirian pesantren”. Meski dikenal sebagai kiai yang aktif berorganisasi namun tidak mengurangi kepeduliannya terhadap pengembangan pesantren yang ia pimpin.

Selain dari itu, Kiai Wahid dikenal sebagai kiai produktif yang memiliki banyak karya tulis baik yang bersifat opini lepas dan karya buku. Gagasan aktual darinya ia tuangkan melalui karya-karya tersebut sehingga dapat menyeruak lebih luas ke seantero masyarakat. 

Pemikiran-pemikirannya telah tertanam di berbagai pesantren dan NU dan cocok dengan karakter pondok pesantren. Maka pesantren mengalami kemajuan terutama berkaitan dengan keorganisasian dan keilmuannya. Kiai Wahid adalah gambaran dari kiai yang menguasai disiplin ilmu. Beliau tidak hanya bergelut pada ilmu agama semata melainkan menggeluti pada ilmu-ilmu lainnya. 

Hal ini menjadi bukti bahwa kiai-kiai pesantren tak seperti dugaan kebanyakan orang, yang menganggap kiai kurang visioner. Oleh karenanya, jangan melihat orang dari penampilannya tapi lihatlah dari gagasan yang dimilikinya. 

***

*) Oleh : Ponirin Mika, Ketua Lakpesdam MWCNU Paiton dan Anggota Community of Critical Social Research.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Writer : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Latest News

icon TIMES Singapore just now

Welcome to TIMES Singapore

TIMES Singapore is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.