https://singapore.times.co.id/
News

Publik Galang Petisi Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Monday, 27 October 2025 - 11:35
Ribuan Orang Dukung Petisi Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto Soeharto, saat masih menjabat sebagai Presiden RI. Kementerian Sosial mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soerharto atas jasa-jasanya selama menjadi presiden Indonesia.

TIMES SINGAPORE, JAKARTA – Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, menuai penolakan publik. Sejumlah petisi online muncul di platform Change.org untuk menolak rencana tersebut.

Hingga Senin (27/10/2025), tercatat beberapa petisi telah dibuat oleh berbagai pihak. Ada dua yang terbaru, dan yang paling menonjol, yakni petisi dari Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto dan petisi oleh Asep Nurdin.

Petisi pertama, berjudul “Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!”, dibuat pada 8 April 2025 dan telah ditandatangani lebih dari 9.500 orang. Sementara petisi kedua, bertajuk “Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional!”, diunggah pada 25 Oktober 2025 dan hingga kini memperoleh 410 dukungan.

Dalam deskripsinya, Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto menilai bahwa rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto tidak tepat. Mereka menilai Soeharto memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, seperti peristiwa penembakan misterius, tragedi Tanjung Priok, penghilangan paksa aktivis, hingga kasus Trisakti dan Semanggi.

Selain itu, Soeharto juga dianggap identik dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pada September 1998, Kejaksaan Agung menemukan adanya penyalahgunaan dana oleh sejumlah yayasan yang dipimpin Soeharto, antara lain Yayasan Supersemar, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, dan Yayasan Trikora. Dana tersebut bersumber dari keuntungan bank-bank milik negara sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.011/1978.

Soeharto-3.jpgPetisi online “Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!”, dibuat oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto pada 8 April 2025 dan telah ditandatangani lebih dari 9.500 orang.

Atas kasus itu, Mahkamah Agung dalam putusan No. 140 PK/Pdt/2015 menetapkan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar ganti rugi sebesar US$315 juta dan Rp139,4 miliar kepada negara. Bahkan, laporan Stolen Asset Recovery (StAR) yang diterbitkan UNODC dan Bank Dunia pada 2007 menempatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia abad ke-20.

Gerakan Masyarakat Sipil juga menegaskan bahwa meskipun Soeharto tidak pernah dijatuhi pidana, hal itu tidak berarti ia bebas dari kesalahan. Proses hukum terhadapnya dihentikan pada 2006 karena alasan kesehatan.

“Soeharto tidak memiliki integritas moral dan keteladanan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Oleh karena itu, kami menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto,” tulis keterangan dalam petisi tersebut.

Petisi ini juga mengajak publik menandatangani dukungan serta menyebarkan tagar #TolakGelarPahlawanSoeharto dan #SoehartoBukanPahlawan di media sosial.

Usulan Penerima Gelar Pahlawan Nasional

Sementara itu, mengutip laman resmi Kementerian Sosial, pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025 dibuka hingga 11 April 2025. Setelah proses verifikasi dan sidang pleno Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), rekomendasi akan diserahkan kepada Menteri Sosial untuk kemudian diajukan kepada Presiden.

Tahun ini terdapat sepuluh nama yang masuk dalam daftar calon penerima gelar Pahlawan Nasional. Enam di antaranya merupakan pengusulan ulang dari tahun sebelumnya, sementara empat lainnya adalah nama baru.

Direktur Kepahlawanan Kementerian Sosial Mira Riyati menyebut beberapa tokoh yang kembali diusulkan antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Jenderal Soeharto, K.H. Bisri Sansuri, Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, dan K.H. Abbas Abdul Jamil.

Adapun empat nama baru yang diusulkan tahun ini yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

Pemberian gelar Pahlawan Nasional sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa penghargaan tersebut diberikan berdasarkan asas kemanusiaan, kerakyatan, dan keadilan, dengan mempertimbangkan harkat dan martabat kemanusiaan yang adil serta beradab. (*)

Writer : Wahyu Nurdiyanto
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Latest News

icon TIMES Singapore just now

Welcome to TIMES Singapore

TIMES Singapore is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.