TIMES SINGAPORE, JAKARTA – Telur pitan atau disebut juga telur seribu tahun. Dimakan begitu karena telur ini memang disimpan dalam waktu yang cukup lama, bahkan berbulan-bulan.
Berasal dari China, telur pitan memang sengaja diawetkan agar bisa dikonsumsi saat paceklik atau bencana melanda juga sebagai bekal perjalanan.
Sejarahwan mencatat telur pitan sudah ada sejak zaman Dinasti Ming sekitar tahun 500-600 tahun yang lalu. Namun popularitasnya disebutkan sejak tahun 1640.
Biasanya digunakan telur ayam, bebek atau puyuh. Caranya dengan membungkus telur dalam campuran pasta yang teerbuat dari tanah liat atau lempung, abu kayu, garam laut, kapur dan sekam padi.
Setelah dibungkus dengan merata dan agak tebal, telur akan disimpan dalam gentong atau keranjang selama berbulan-bulan bahkan tahunan.
Terjadi perubahan kimiawi pada telur saat penyimpanan itu. Material alkalin dalam campuran bahan akan menaikkan Ph telur hingga 9 atau lebih. Dengan begitu akan menghancurkan protein dan lemak kompleks yang terkandung dalam telur.
Perubahan itu akan menghasilkan warna gelap pada yolk atau kuning telur hingga ke bagian putih telur. Dari luar telur ini memang hitam. Sementara teksturnya lebih kenyal. Soal rasa akan lebih kuat dengan aroma menyengat.
Dengan rasa kuat itu, biasanya telur pitan menjadi bahan campuran bubur sebagai penguat rasa. Ada juga yang disajikan bersama tahu dingin khas China.
Telur pitan juga punya manfaat untuk kesehatan. Telur berwarna hitam ini dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan fungsi hati, meningkatkan kualitas penglihatan, dan mengandung vitamin D yang baik untuk tulang dan otot.
Telur pitan juga mengandung seleniun yang berperan sebagai antioksidan untuk melindungi tubuh manusia.
Melihat cara pengawetannya yang dibalur tanah liat dan diberi garam, banyak yang berpendapat telur pitan menjadi asal muasal telur asin.
Telur asin memang dibuat dengan cara yang sangat mirip dengan telur pitan. Di mana tanah liat yang sudah diberi bumbu garam kemudian dibalur dengan rata dan disimpan.
Bedanya, telur asin disimpan minimal dua minggu (14 hari), dan bisa sampai 3-4 minggu untuk mencapai tingkat keasinan yang diinginkan.
Di Indonesia, pembuatan telur asin juga diajarkan oleh perantau dari China. Mereka mengawetkan telur sebagai bekal makanan di perjalanan. Lalu sesampainya di Nusantara, mereka kembali membuat telur asin dengan bahanutama telur bebek untuk keperluan upacara ritual keagamaan.
Warga pribumi kemudian belajar membuat telur asin. Hingga kini telur asin menjadi lauk yang istimewa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Telur Pitan atau Telur Seribu Tahun, Cikal Bakal Telur Asin?
Writer | : Dhina Chahyanti |
Editor | : Dhina Chahyanti |